Foto: Marfu'ah |
Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Jepang
Universitas Negeri Semarang (Unnes), alumni, beserta dosen mengikuti Seminar
Kependidikan bertajuk “Tracer Study dan
Lokakarya Bahasa Jepang dalam Dunia Kerja”, di Ruang Bundar Dekanat Fakultas
Bahasa dan Seni Unnes, Jum`at (2/1) kemarin.
Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Jepang Ai
Sumirah Setiawati, S.Pd., M.Pd. dalam sambutannya mengatakan tujuan kegiatan
ini adalah selain silaturahim bersama alumni, juga berbagi pengalaman bagaimana
menghadapi dunia kerja. “Mahasiswa diharapkan tidak bingung dan mempunyai lebih
banyak chansu (kesempatan-red) dalam
dunia kerja nantinya,” kata Ai sensei.
Salah satu pembicara seminar kependidikan yang
merupakan Ketua MGMP Bahasa Jepang se-Jateng
dan DIY Erwan Kasrianto, S.Pd. mengatakan, meskipun jam bahasa asing di
sekolah berkurang karena diterapkan Kurikulum 2013, menurutnya hal tersebut
tidak menutup kesempatan Sarjana Pendidikan Bahasa Jepang untuk menjadi guru.
“Kesempatan masih ada, ada peraturan sekolah
diharuskan membuka kelas Bahasa, namun karena tidak adanya pengajar, sekolah
memilih untuk tidak membuka kelas. Nah, meski tidak ada kelas Bahasa Jepang di
sana, lulusan Pendidikan Bahasa Jepang bisa jemput bola dengan melamar langsung
ke sekolah,” tuturnya yang juga merupakan alumni Pendidikan Bahasa Jepang,
Unnes.
Dari
Guru sampai Berwirausaha
Menurut Pembicara yang bekerja di
Lembaga Pemagangan ke Jepang, Jefry Aulia, S.Pd., Lulusan Prodi Pendidikan Bahasa
Jepang tidak hanya bisa menjadi guru di sekolah formal, namun juga bisa menjadi
guru di sekolah informal. “Bisa seperti saya yang pernah menduduki posisi menjadi tenaga
pendidik bagi calon magang ke Jepang, meskipun berbeda keadaan seperti pada
sekolah pada umumnya, namun itu adalah kesempatan saya untuk mencari pengalaman
baru,” katanya.
Pembicara lain yang bekerja di Perusahaan
Jepang pada bagian Perencanaan
Perusahaan dan Penerjemah yaitu Astri Yuliastuti, S.Pd. dan Oky Laksmana Hanggar
Kusuma, S.Pd. berpendapat bahwa bekerja pada Perusahaan Jepang selain harus bisa
beradaptasi dengan perusahaan juga harus berjiwa tidak mudah menyerah. “Dasar
saya belajar Pendidikan Bahasa Jepang, jadi saya tidak pantang menyerah untuk
belajar lebih agar profesional menjadi intrepeter,” ungkap Oky.
Tidak hanya Bahasa Jepang, pengusaan bahasa
asing lain juga perlu dimiliki oleh pembelajar bahasa asing. Hal tersebut
diungkapkan oleh Aldilah Alifany Darrienda, S.Pd. yang bekerja di salah satu lembaga les privat di Jakarta. Ia menambahkan, penguasaan bahasa asing dapat memperluas kesempatan
dalam mendapatkan kerja.
Berbeda dengan pembicara lain yang bekerja
menjadi guru atau karyawan, Anjar lebih memilih menjadi wirausaha muda.
Menurutnya, menjadi wirausaha selain berani untuk gagal tapi juga berani untuk
mencoba dan setidaknya jika berhasil dapat menciptakan lapangan kerja.
“Meskipun saya tidak merampungkan belajar di Prodi Bahasa Jepang, tapi saya
bersyukur dapat belajar banyak hal di kampus,” ungkap pemilik Usaha Kecil
Menengah berupa oleh-oleh dan usaha pengiriman barang itu.
Gali
Potensi Diri
Berbicara mengenai peluang kerja, M. Fadly,
S.Pd mengungkapkan nilai tambah seseorang menjadikan seseorang itu mendapatkan
lebih banyak peluang kerja. ”Stay Hungry, stay foolish,” tutur alumni yang dulu
aktif di organisasi dan sekarang selain bekerja di perusahaan Jepang juga merintis usaha katering dan mengelola sebuah
laman itu menirukan kata-kata Steve Jobs.
Dosen Prodi Bahasa Jepang Unnes Dra. Rina
Supriatnaningsih, M.Pd. menanggapi apa yang telah diungkapkan para pembicara,
menurutnya setelah mengikuti seminar ia mengetahui bahwa lulusan Prodi Bahasa
Jepang Unnes apapun profesinya itu merupakan pribadi yang pantang menyerah.
“Saya sampai ingin menitikan air mata, mendengarkan kehebatan anak didik kami
berjuang pada profesi masing-masing,” katanya.
No comments:
Post a Comment