Monday 22 July 2013

Sadou - Upacara Minum Teh

Saya cukup sering makan di restoran Jepang dan pastinya memesan teh/ ocha (karena murah -_-""). Ternyata di Jepang terdapat upacara khusus minum teh yang sudah terkenal kepenjuru dunia. Upacara ini dinamakan cha-no-yu/ chado/ sadou.



Ritual tradisional ini terpengaruh oleh agama Buda Zen di Jepang. Ada yang bilang, acara ini sudah ada sejak 400 tahun yang lalu yaitu ketika jaman Edo, dimana pada masa itu, sadou ini hanya dilakukan oleh bangsawan-bangsawan atau samurai-samurai untuk menjamu tamu. Kebiasaan ini terus menurun hingga sekarangpun tetap dilakukan oleh semua lapisan masyarakat Jepang.

Cha-no-yu (茶の湯) artinya air hangat untuk teh, biasanya merujuk pada sebuah ritual atau seremoni. Sedangkan chado/ sadou (茶道, the way of tea), merujuk pada pembelajaran dari makna sebuah upacara teh. Untuk melakukan  upacara ini tidaklah mudah, karena memilki lebih kurang 300 tata cara (0_0), oleh karenanya, orang yang mengikuti upacara ini harus seorang yang ahli.


Jika ingin menjadi partisipan upacara Sadou ini maka harus familiar dengan hal-hal berikut ini:
  • Membuat teh
  • Mengenal tipe-tipe teh
  • Kimono
  • Kaligrafi
  • Dekorasi bunga
  • Keramik
  • Kesenian tradisional lainnya
Nah, dikarenakan begitu mumetnya, jadi dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mempelajari upaca ini, bahkan ada yang mempelajarinya seumur hidup. Bahkan jika kalian hanya ingin berpartisipasi sebagai tamu pada upacara Sadou,  maka kalian perlu tahu beberapa pengetahuan tentang upacara ini, termasuk cara duduk, gestur tubuh, cara mengambil dan meminum teh dan manisan. Manisan? Pada upacara ini juga disediakan makanan manis untuk menutupi rasa pahit dari teh. Tapi kalian tidak boleh minta tambah manisannya, hanya boleh tambah tehnya.

Sejarah

Yang perlu kalian ketahui ialah teh bukanlah minuman asli negara Jepang. Minuman teh mulai diperkenalkan di Jepang pada abad ke 9 oleh seorang biksu Budha dari Cina. Dari situlah, teh mulai dikenal oleh warga Jepang dan mulai menjadi kebudayaan Jepang.


Pada mulanya di Cina kebiasaan minum teh pada awalnya hanya sebagai pengobatan, dan seiring waktu maka teh juga dinikmati sebagai minuman biasa yang menyenangkan. Pada awal abad ke 9, seorang penulis Cina, Lu Yu menulis suatu catatan mengenai budaya minum teh dan langkah-langkah persiapan minum teh. Kehidupan Lu Yu ini sangat terpengaruh oleh agama Budha, terutama dari sekolah yang kemudian dikenal di Jepang sebagai Zen. Ide-idenya mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perkembangan upacara minum teh di Jepang ini.

Patung Lu Yu

Pada abad ke 12, jenis baru dari teh, yaitu matcha, mulai diperkenalkan. Teh yang terbuat dari bubuk teh hijau ini pertama kali digunakan dalam ritual keagamaan di biara Budha. Pada abad ke 12, samurai-samurai mulai meminum teh ini, dan dasar-dasar upaca minum teh mulai dibuat.

Pada abad ke 16, tradisi minum teh ini telah menyebar ke seluruh lapisan masyarakat di Jepang. Sen no Rikyu adalah seorang figur tokoh sejarah dalam upacara minum teh yang paling terkenal dan dihormati di Jepang. Dia memperkenalkan konsep ichi-go ichi-e(一期一会, one time, one meeting), sebuah keyakinan bahwa sebuah pertemuan harus dihargai karena pertemuan tersebut belum tentu dapat terulang kembali. Ajarannya menyebabkan perkembangan bentuk-bentuk baru dalam arsitektur, perkebunan, karya seni dan tentu saja dalam upacara Sadou ini. Prinsip-prinsip yang diperkenalkannya, yaitu kehormatan, ketenangan, dan kemurnian masih menjadi pusat dalam upacara minum teh hingga sekarang ini.


Sen no Rikyu

Upacara Teh


Di Jepang terdapat dua sekolah utama sebagai tempat mempelajari upacara Sadou ini, yaitu Omote Senke dan Urasenke. Dua sekolah ini telah berkembang pesat dan telah menentukan ritual upacara mereka sendiri. Terdapat juga sekolah lainnya, tetapi mereka tidak terkenal. Saat ini, sekolah Urasenke adalah yang paling aktif dan paling banyak pengikutnya. Setiap sekolah memiliki sub-sekolah dan masing-masing sekolah memiliki variasi-variasi dalam mempersiapkan acara minum teh ini dan juga banyak jenis peralatan teh yang digunakan. (tergantung musimnya)

Urasenke

Semua sekolah dan semua variasi-variasinya bagaimanapun memiliki kesamaan. Tuan rumah, baik laiki-laki ataupun perempuan akan mengenakan kimono, sedangkan tamu mungkin menggunakan kimono atau pakaian formal. Jika teh yang akan disajikan letaknya terpisah dari rumah (karena ada yang menyajikannya di rumah teh), maka para tamu akan diminta untuk menunggu di semacam pondok di taman, dan kemudian jika sudah siap makan akan dipanggil oleh tuan rumah. Ketika dipanggil, para tamu akan "menyucikan" diri mereka dengan mencuci tangan dan membilas mulut mereka dengan air pada sebuah baskom yang terbuat dari batu. Setelah itu para tamu akan jalan melalui roji (jalan berkebun) menuju ke rumah teh. Para tamu melepas sepatu mereka dan masuk kedalam rumah teh melalui pintu kecil dan menuju ke tokonama (ruangan kecil yang menjoro ke dalam) dimana mereka akan mengagumi hiasan-hiasan yang ditaruh disana dan akhirnya  duduk di atas tatami bergaya seiza. Duduknya harus dalam posisi hormat ya.


Roji

tokonama

tatami seiza

Rumah teh dan kamar teh ini biasanya berukuran kecil. Umumnya menggunakan 4,5 tatami (tikar tenunan dari jerami) untuk menutupi lantai. Ruangan teh terkecil hanya menggunakan 2 tikar saja. Besar kecilnya rumah teh berdasarkan kemampuan keuangan pemiliknya. Rumah teh ini sengaja di desain dengan material sederhana dan bergaya pedesaan Jepang.


Tamu-tamu mungkin ditawari cemilan ringan, yang biasa disebut kaiseki(懐石) atau chakaiseki (茶懐石) disertai dengan sake. Kemudian para tamu akan kembali lagi ke pondok tadi, sambil menunggu dipanggil lagi oleh tuan rumah.

kaiseki

chakeiseki

Jika tidak ada cemilan yang disajikan, maka tuan rumah langsung memberikan manisan atau permen. Manisan-manisan ini kemudian dimakan dengan menggunakan kertas khusus yang disebut kaishi (懐紙), dimana setiap tamu pasti membawanya masing-masing di dalam dompet atau di selipkan di depan kimono.


kaishi

Setiap alat, termasuk mangkuk teh (chawan), pengocok (chasen), dan teh sendok (chashaku), kemudian dibersihkan dengan ritual dihadapan para tamu dengan urutan yang tepat dan dengan gerakan yang telah ditentukan. Ketika ritual pembersihan itu telah selesai, dan peralatan telah ditaruh ditempat yang sesuai, tuan rumah mulai menaruh bubuk teh hijau yang sudah ditakar ke dalam mangkuk, kemudian air panas sesuai dengan takaran dan mulai untuk mengaduknya dengan peralatan tadi.




Dalam upacara ini, jarang terjadi percakapan. Mereka lebih banyak berdiam. Para tamu bersantai dan menikmati suasana tenang yang tercipta dari suara air dan api, aroma dupa dan teh, dan keindahan serta kesederhanaan dari rumah teh dan dekorai musiman yang sesuai.

Mangkuk kemudian disajikan kepada tamu kehormatan (shokyaku, 初客, tamu pertama), baik oleh tuan rumah atau asisten. Mangkuk ini diberikan kepada tamu pertama sambil membungkuk. Kemudian tamu pertama ini membungkuk kepada tamu kedua sebagai tanda hormat pada tuan rumah. Mangkuk tersebut diputar untuk menghindari meminum dari bagian depan mangkuk. Kemudian mencicipi teh (1x teguk), setelah itu membisiskan ungkapan yang telah ditentukan, kemudian meminum lagi teh tersebut 2-3 kali, setelahnya tamu tersebut menyeka bagian pinggir mangkuk itu. Kemudian mangkuk diputar kembali ke posisi awal dan diserahkan pada tamu kedua dengan membungkuk. Proses ini terus dilakukan hingga semua tamu sudah meminum teh dari mangkuk yang sama dan posisi mangkuk kembali ke tuan rumah. Di beberapa upacara, setiap tamu akan meminum teh dari mangkuk masing-masing tetapi urutan minum tehnya sama saja.





Jika teh yang kental (koicha) telah disajikan, tuan rumah kadang-kadang akan menyajikan teh yang kadarnya lebih ringan (usuicha) yang disajikan dengan cara yang sama. Dalam beberapa ritual, hanya teh koicha atau usuicha saja yang disajikan.

koicha

usuicha

Setelah semua tamu mendapatkan teh, tuan rumah akan membersihkan peralatan. Para tamu kehormatan dapat meminta tuan rumah agar dia dapat memeriksa peralatan-peralatan tersebut, dan setiap tamu dapat mengagumi alat-alat itu. Peralatan tersebut diperlakukan dengan sangat hati-hati dan dengan penuh kehormatan karena peralatan tersebut tak terhingga nilainya (antik, buatan tangan). Para tamu menggunakan kain khusus untuk memegang peralatan tersebut.



Tuan rumah kemudian mengumpulkan peralatan, dan para tamu meninggalkan rumah teh. Tuan rumah membungkuk sebagai ucapan terima kasih dari pintu, dan upacara berakhir. Sebuah upacara minum teh ini dapat belangsung satu hingga lima jam, tergantung dari jenis upacara dan makanan yang disajikan di sana.



Alat Yang Digunakan



Hishaku(centong air)


Okama(gentong air)


Chawan(mangkuk teh)


Chashaku(sendok teh)


Natsume(wadah bubuk teh)


Chasen(pengaduk teh)


Matcha(bubuk teh hijau)

Jenis Upacara

Terdapat dua jenis upacara yang bisa dilakukan, yaitu:

Obon Temae (お盆手前)
Dalam obon temae, tuan rumah menaruh mangkuk teh, kocokan, sendok teh, chakin dan natsume pada sebuah nampan khusus, kemudian peralatan ini ditutup oleh kain fukusa. Teh ringan disajikan di atas nampan sambil duduk berlutut gaya Seiza.

nampan

fukusa


Ryū-rei (立礼)
Dalam jenis upacara ini, teh disajikan di atas meja khusus. Para tamu duduk di meja yang sama, atau di meja yang terpisah. Dalam ryu-rei biasanya ada asisten yang duduk di belakang tuan rumah untuk membantu menarik dan memajukan kursi untuk tuan rumah. Asisten ini juga melayani teh dan manisan/ permen untuk tamu.




No comments:

Post a Comment