2. Orang Jepang menyukai angka “8″. Harga-harga barang kebanyakan berakhiran “8″. Susu misalnya 198 yen. Tetapi karena aturan sekarang ini mengharuskan harga barang yang dicantumkan sudah harus memasukkan pajak, jadi mungkin kebiasaan ini akan hilang.
5.Jika diperlukan membubuhkan tanda tangan (misalnya di paspor, dll), umumnya orang Jepang menuliskan nama mereka dalam huruf kanji sehingga terbaca dengan jelas.
7.Fotocopy di Jepang self-service, sedangkan di Indonesia di-service.
8.Jika naik taxi di Jepang, pintu dibuka dan ditutup oleh supir. Penumpang dilarang membuka dan menutupnya sendiri.
9.Cara menghitung “satu” “dua” “tiga” dengan jari tangan orang Jepang berbeda dengan orang Indonesia. Jika orang Indonesia umumnya menghitung mulai dari telapak tangan dikepal, berbeda dengan orang Jepang yang mulai menghitung dari telapak tangan terbuka.
11. Jika naik eskalator di Tokyo, kita harus berdiri di sebelah kiri, karena sebelah kanan adalah jalur untuk orang yang terburu-buru. Jangan sekali-kali berdiri di kanan jika tidak langsung naik.
12. Traktir-traktiran bukan budaya pacaran orang Jepang. Mereka terbiasa membayar sendiri-sendiri. Antar jemput pacar juga bukan budaya orang Jepang. Jika ingin bertemu umumnya janjian di stasiun.
14. Di Indonesia, kita akan dapat uang jika menitipkan barang bekas kita ke toko jual-beli. Tetapi di Jepang, kita malah harus bayar jika ingin menitipkan barang kita di toko jual-beli. Itu sebabnya kenapa orang Jepang lebih memilih meninggalkan TV bekas mereka saat pindah apartemen.
15. Di perempatan jalan Kyoto, walaupun jalannya kecil dan tidak ada mobil sama sekali, tetap ada lampu merah. pejalan kaki pun selalu berhenti ketika lampu tanda pejalan kaki menunjukkan warna merah. Mereka santai saja, baca koran, ngobrol, ngerokok, dan kemudian jalan lagi ketika lampu sudah hijau. Padahal tidak ada mobil yang lewat satupun.
No comments:
Post a Comment